Langsung ke konten utama

Pengolahan Air


Proses penjernihan air untuk mendapatkan air yang berkualitas telah dilakukan oleh manusia beberapa abad yang lalu. Pada tahun 1771, di dalam edisi pertama Encyclopedia Britanica telah dibicarakan fungsi filter (filtrasi) sebagai sistem penyaring untuk mendapatkan air yang lebih jernih. Perkembangan selanjutnya dari proses pengolahan air minum telah menghasilkan bahwa pembubuhan zat pengendap atau penggumpal (koagulan) dapat ditambahkan sebelun proses penyaringan (filtrasi). Selanjutnya proses penggumpalan yang ditambahkan dengan proses pengendapan (sedimentasi) dan penyaringan (filtrasi) serta menggunakan zat zat organik dan anorganik  adalah merupakan awal dari cara pengolahan air. Kini ilmu pengetahuan telah berkembang dengan cepatnya, telah didesain sarana pengolahan air minum dengan berbagai sistem. Sistem pengolahan air minum yang dibangun tergantung dari kualitas sumber air bakunya, dapat berupa pengolahan lengkap atau pengolahan sebagian. Pengolahan lengkap adalah pengolahan air minum secara fisik, kimia dan biologi, sedangkan pengolahan sebagian adalah pengolahan air minum yang tidak menggunakan semua cara tersebut, tetapi hanya salah satu atau dua cara saja. Pengolahan lengkap yang terdiri dari proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi kemudian ditambah chlorinisasi disebut sebagai pengolahan air minum konvensional, seperti yang digunakan hampir seluruh PDAM di Indonesia.

Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan di dapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah di tentukan. Bangunan pengolahan air minum (water treatment plant) merupakan serangkaian unit proses (fisik, kimia dan/atau biologi tertentu) untuk mengolah air baku menjadi air minum yang memenuhi baku mutu yang berlaku. Penentuan unit pengolahan (fisik, kimia dan/atau biologi tertentu) disesuaikan dengan kualitas air baku yang diolah.
Dalam proses pengolahan air, yang sering digunakan pada PDAM di Indonesaia adalah pengolahan lengkap atau complette treatment process, yaitu air akan mengalami proses pengolahan lengkap, baik kimia, fisik, dan bakteriologik. Komponen unit pengolahan yang umum digunakan di Indonesia yaitu:
1.      Pra-Sedimentasi (conditioning)
2.      Koagulasi - Flokulasi
3.      Sedimentasi
4.      Filtrasi
5.      Desinfeksi
Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi menjadi tiga tingkatan pengolahan, yaitu :
1.      Pengolahan fisik, yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/ menghilangkan kotoran kotoran yang kasar, penyisihan Lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat zat organik yang ada di dalam air yang akan diolah.
2.      Pengolahan kima, yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya.
3.      Pengolahan bakteriologik, yaitu suatu tingkat  pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung di dalam air minum, yakni dengan cara membubuhkan kaporit atau zat disenfektan lainnya.

Parameter-parameter Yang Harus Diolah dan Diperhatikan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. No.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, maka parameter air yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.      Warna
Warna secara estetika tidak diinginkan keberadaannya di dalam air. Warna terbagi menjadi dua jenis yaitu warna semu (apparent color) dan warna sejati (true color). Warna semu ditimbulkan oleh keberadaan zat-zat tersuspensi sedangkan warna sejati disebabkan oleh ekstrak materi organik yang bersifat koloid. Air baku pada perencanaan ini termasuk memiliki warna semu.
Keberadaan warna di dalam air menimbulkan permasalahan yaitu membuat proses penghilangan/pengolahan Fe dan Mn menjadi sukar karena warna memiliki kemampuan untuk menstabilisasi Fe dan Mn. Pada umumnya warna berada di dalam air bersifat koloid yang bermuatan negatif sehingga dapat dihilangkan dengan menambahkan garam yang memililki ion bervalensi tiga seperti Al3+ atau Fe3+. Proses koagulasi dapat dilakukan untuk menghilangkan warna tetapi hanya berlaku untuk warna yang bukan berasal dari proses kimia yang tidak dapat diukur dengan menggunakan standar warna Pt-Co.
2.      Kekeruhan
Kekeruhan merupakan tingkat keberadaan zat-zat tersuspensi yang berada di dalam air. Kekeruhan tidak diinginkan keberadaannya di dalam penyediaan air minum dengan beberapa pertimbangan yaitu :
·         Estetika
Kekeruhan menyebabkan kualitas air minum berkurang dari segi estetika. Kekeruhan menyebabkan adanya warna di dalam air sehingga memberikan pandangan di masyarakat bahwa air telah tercemar.
·         Filterabilitas
Proses filtrasi menjadi lebih sulit dilakukan bila air memiliki kekeruhan tinggi karena unit pengolahan akan sering tersumbat.
 ·         Desinfeksi
Air dengan kekeruhan tinggi biasanya penuh dengan organisme berbahaya. Oleh karena itu beban unit desinfeksi dalam pengolahan air minum menjadi lebih besar.
3.      Total Coli
Kehadiran bakteri coliform pada air minum tidak diinginkan, karena bakteri coliform merupakan indikator tercemarnya sumber air oleh air limbah domestik. Selain itu, keberadaan bakteri coliform biasanya disertai dengan bakteri/virus patogen lainnya.
4.      Logam
Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir semua tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada air permukaan jarang ditemukan kadar Fe yang melebihi 1 mg/l, tetapi dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini selain dapat membuat air berasa juga dapat menodai kain dan perkakas dapur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip Hirarki Pengelolaan Limbah

Prinsip hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan pedoman tentang tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari yang lebih prioritas hingga yang tidak prioritas. Berbagai perjanjian lingkungan internasional, yaitu Konvensi Basel dan Konvensi Stockholm, serta peraturan pengelolaan limbah di berbagai negara, seperti Directive 2006/12 dan Directive 2000/76 European Community mengharuskan penghormatan terhadap prinsip ini. Peraturan perundangundangan Indonesia, seperti Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/1999 jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) juga menegaskan prinsip yang sama. Upaya pengelolaan pertama akan berpengaruh pada keberhasilan dari upaya pengelolaan kedua dan selanjutnya. Begitu pula pilihan satu upaya pengelolaan yang tidak prioritas harus memperhatikan upaya pengelolaan lainnya yang lebih prioritas. Dengan demikian diharapkan melalui penerapan pri

Stabilisasi/Solidifikasi

Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya dengan bahan tambahan ( aditif ) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006).