Langsung ke konten utama

Stabilisasi/Solidifikasi

Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006).

Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan berbahaya (limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive). Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu :
  1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar;
  2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik;
  3. Precipitation;
  4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi;
  5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan pemadat;
  6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.

Menurut Roger Spence and Caijun Shi (2006), tata cara kerja stabilisasi/ solidifikasi :
  1. Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristik-nya guna menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B-3 tersebut;
  2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan Soil Penetrometer Test. Hasil uji tekan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m².
  3. Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan.
  4. Hasil  olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan nilai uji kuat tekan, disamping bisa dibuang ke landfill juga dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Produk solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material berbasis lempung, granular, dan bentuk fisik lain yang berupa padatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip Hirarki Pengelolaan Limbah

Prinsip hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan pedoman tentang tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari yang lebih prioritas hingga yang tidak prioritas. Berbagai perjanjian lingkungan internasional, yaitu Konvensi Basel dan Konvensi Stockholm, serta peraturan pengelolaan limbah di berbagai negara, seperti Directive 2006/12 dan Directive 2000/76 European Community mengharuskan penghormatan terhadap prinsip ini. Peraturan perundangundangan Indonesia, seperti Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/1999 jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) juga menegaskan prinsip yang sama. Upaya pengelolaan pertama akan berpengaruh pada keberhasilan dari upaya pengelolaan kedua dan selanjutnya. Begitu pula pilihan satu upaya pengelolaan yang tidak prioritas harus memperhatikan upaya pengelolaan lainnya yang lebih prioritas. Dengan demikian diharapkan melalui penerapan pri

Pengolahan Air

Proses penjernihan air untuk mendapatkan air yang berkualitas telah dilakukan oleh manusia beberapa abad yang lalu. Pada tahun 1771, di dalam edisi pertama Encyclopedia Britanica telah dibicarakan fungsi filter (filtrasi) sebagai sistem penyaring untuk mendapatkan air yang lebih jernih. Perkembangan selanjutnya dari proses pengolahan air minum telah menghasilkan bahwa pembubuhan zat pengendap atau penggumpal (koagulan) dapat ditambahkan sebelun proses penyaringan (filtrasi). Selanjutnya proses penggumpalan yang ditambahkan dengan proses pengendapan (sedimentasi) dan penyaringan (filtrasi) serta menggunakan zat zat organik dan anorganik  adalah merupakan awal dari cara pengolahan air. Kini ilmu pengetahuan telah berkembang dengan cepatnya, telah didesain sarana pengolahan air minum dengan berbagai sistem. Sistem pengolahan air minum yang dibangun tergantung dari kualitas sumber air bakunya, dapat berupa pengolahan lengkap atau pengolahan sebagian. Pengolahan lengkap adalah pengo